PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau BRI menurunkan suku bunga kredit untuk segmen usaha kecil serta menengah (UKM) jadi sebesar 9, 75% per th.. Penurunan dilaksanakan dari rata-rata bunga credit terlebih dahulu sebesar 12, 5%. Adapun plafon kredit segmen UKM dari mulai Rp1 miliar s/d Rp50 miliar. Rinciannya untuk level kecil Rp1 miliar-Rp5 miliar, sedang level menengah Rp6 miliar-Rp50 miliar. Wakil Direktur Utama BRI, Sunarso mengemukakan, suku bunga ini berlaku untuk debitur baru yang non-existing sejak mulai 1 Mei 2016. Menurutnya, penurunan bunga credit UKM dilaksanakan lantaran lebih dari satu aspek. Aspek-faktor pendukung seperti ekonomi makro makin kondusif dan semangat menuju single digit policy juga memberi pengaruh yang cukup besar pada penurunan suku bunga itu. Selain itu juga prinsip dari perbankan, termasuk bank BUMN yang saling bersama menurunkan suku bunga, ketentuan pembatasan (capping) untuk bunga deposito bank oleh Otoritas Layanan Keuangan (OJK), dan reformulasi kebijakan penetapan suku bunga yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. “Dengan penurunan suku bunga credit dikehendaki tujuan pertumbuhan credit bisa tercapai. Kami menargetkan credit total bisa tumbuh 13%-15% th. ini, sedangkan credit UKM dikehendaki tumbuh 10%-13%. Tetapi untuk bunga credit korporasi cuma memanfaatkan rating profil debitur. Sedangkan mikro telah mengandalkan KUR serta perlindungan yang lain, ” tutur Sunarso. Dia menuturkan dari segi internal perseroan juga pingin mendorong credit di segmen UKM yang masih tetap terbilang kecil dibandingkan dengan segmen yang lain dalam portofolio BRI. Menurutnya, portofolio credit UKM BRI baru sebesar Rp20 triliun, semakin lebih rendah dibandingkan dengan portofolio credit mikro yang meraih Rp130 triliun. “UKM itu masih tetap belum bisa mengimbangi portofolio kita di mikro maupun komersial. Sebab itu, BRI bakal dorong pertumbuhan credit di kecil serta menengah, ” pungkasnya. Sunarso menegaskan, penerima credit mesti memiliki kemungkinan yang rendah, di antaranya memiliki grup resmi serta terintegrasi dengan industri pada level yang lebih tinggi. Hal tersebut biar dapat terbebas dari resiko credit macet.